Beberapa waktu belakangan ini –setidaknya 1 atau 2 tahun terakhir—banyak sekali penggemar murai kerikil yang memburu trotolan, baik trotolan dari hutan maupun hasil penangkaran. Kabar dari rekan-rekan penangkar di aneka macam kawasan menyebutkan, undangan terhadap trotolan murai kerikil terus membanjir dari hari ke hari. Bahkan, saking besarnya isu terkini pemburu trotolan, para penangkar terpaksa memberlakukan sistem inden, dengan waktu tunggu yang terbilang relatif lama; antara 2 sampai 4 bulan dan bahkan lebih.
Lantas, apa bekerjsama pemicu membanjirnya undangan trotolan murai batu? Berikut analisa sederhana yang barangkali sanggup menggambarkan alasan-alasan terjadinya fenomena itu.
1. Harga Relatif Murah
Harga umum di kalangan peternak, trotolan jantan umur sekitar 2 bulan (atau sudah makan vor sendiri) berada di kisaran antara 1,3 juta – 1,8 juta. Tentu saja harga itu tidak pakem, alasannya untuk trotolan produksi peternak tertentu, atau anakan dari indukan-indukan tertentu (sudah berprestasi di level Latber atau Lomba, misalnya), harga sanggup dibandrol lebih tinggi dari harga itu. Bila dikomparasikan dengan harga MB muda hutan di pasar burung, ibarat di PB Pramuka misalnya, harga tadi terang lebih murah. Kabar terakhir, MB muda hutan yang diklaim pedagang sebagai “MB Medan” harga sudah menyentuh 2 juta untuk per ekornya, dengan kondisi yang masih perlu dijinakkan, perlu diajari mandi sendiri di keramba, dan masih jarang ngeplong maupun ngriwik.
2. Relatif Praktis Dimaster Sejak Dini
Dari sisi pemasteran, burung trotolan terang lebih praktis didoktrin dengan bunyi master sesuai dengan harapan pemilik. Banyak pendapat mengatakan, masa emas untuk memaster burung yaitu ketika usia dini, antara 2 bulan sampai 1 tahun atau sebelum memasuki periode moulting pertama. Itu artinya, masa paling efektif memaster yaitu ketika burung dalam kondisi trotolan. Dengan kata lain, tingkat keberhasilan memaster burung trotolan lebih besar dibandingkan dengan burung muda hutan hasil tangkapan dari alam.
3. Relatif Praktis “Ditangani”
Murai kerikil trotolan relatif lebih praktis “ditangani” dibandingkan burung muda hutan. Misalnya dalam hal menjinakkan, mengajari makan vor sendiri, dan mandi di keramba. Tingkat kesabaran dan durasi waktu yang diharapkan pun, trotolan relatif butuh waktu lebih pendek dibandingkan muda hutan.
4. Stok Dari Alam Terus Menipis
Ada sebagian pecinta murai kerikil yang lebih menyukai burung muda hutan hasil tangkapan alam dibandingkan trotolan hasil penangkaran. Alasannya, burung tangkapan alam karakternya lebih gahar, sangar, huruf fighternya lebih tinggi, dan lain sebagainya. Pendapat itu mungkin berlaku ketika ketersediaan murai kerikil di hutan memang masih berlimpah. Tetapi untuk ketika ini, apakah itu masih berlaku ketika murai kerikil di habitatnya mulai habis dan jumlahnya terus tergerus? Untuk mendapat murai hasil tangkapan alam yang berkualitas, kini tidak segampang dulu. Karena itu, kini banyak penghobi yang mulai beralih memburu trotolan hasil penangkaran. Toh, di ajang-ajang latber maupun lomba, ketika ini sudah banyak murai ring hasil penangkaran yang berhasil menyabet juara. Artinya, kini sudah terbukti, murai kerikil penangkaran tidak kalah kualitasnya dibandingkan murai kerikil hasil tangkapan dari alam.
5. Harga “Purnajual” Relatif Tinggi
Dari sisi ekonomi, laba memelihara trotolan juga cukup menarik. Ilustrasinya ibarat ini:
Si Badu membeli trotolan jantan hasil penangkaran sebesar Rp. 1,5 juta. Umur trotolan 3 bulan, dan burung sudah makan vor sendiri. Pada usia itu, trotolan jantan biasanya sudah sering ngriwik dan sudah mulai berguru ngeplong. Jika motivasi awal Si Badu membeli trotolan itu hanya untuk sekedar klangenan, maka semenjak ketika itu Si Badu bekerjsama sudah sanggup menikmati “ocehan” trotolan miliknya. Pada umur 5-7 bulan, trotolan biasanya akan jatuh bulu dan berganti bulu dewasa. Pada umur 8-10 bulan, kondisi fisik trotolan biasanya sudah bermetamorfosis ganteng, layaknya burung murai dewasa. Ocehan dan lagunya juga sudah mulai variatif, bahkan tak jarang sudah mulai suka mengeluarkan isian-isian sesuai masterannya. Bahkan sering dijumpai, burung seusia itu sudah berani tampil di latberan. Nah, kalau dalam kondisi ibarat ini burung tadi dijual, harganya tentu saja sanggup berlipat dari harga belinya.